Sebutlah ada sebuah usaha keluarga. Awalnya dibangun oleh tiga bersaudara dengan penuh keringat dan air mata. Setelah berjuang puluhan tahun, akhirnya tiga bersaudara ini mampu membuktikan diri sebagai perusahaan importir untuk industri X yang terbesar di Jawa Barat. Tentunya mereka sangat menikmati kesuksesannya. Apa lagi yang tak mereka miliki…
Setelah berjalan selama 40 tahun, di tahun lalu mereka mulai menyadari bahwasanya ada sesuatu yang tak dapat mereka beli……yakni usia. Saat usia mencapai diatas 60 tahun, baru berasa bahwa semangat membara ternyata tak dapat diimbangi dengan fisik yang seperti dulu. Kalau dulu bekerja sampai jam 3 pagi bukanlah hal yang melelahkan, sekarang baru sampai jam 11 saja, pinggang tidak mau lagi berkompromi. Rasanya cuapek banget.
Jika dulu saat mereka masih single, dirasakan sangat akur satu sama lain, sekarang ada istri dan anak yang visinya berbeda. Saat dulu tak pernah ada yang iri dan saling mendukung, sekarang masing-masing anggota keluarga sudah punya kepentingan tersembunyi. Akhirnya timbulah perselisihan keluarga. Dulunya kalau kumpul bisa ketawa-ketawa – namun sekarang – terima telponpun sudah nggak mau lagi. Akhirnya hubungan keluarga menjadi renggang.
Lain lagi cerita keluarga yang punya bisnis kelontong besar di Jawa Timur. Suami istri ini memulai bisnisnya dari bawah. Tiap hari harus bersusah payah menjajakan dagangan. Di malam hari mereka sering nangis karena kerasnya bekerja dan seakan akan tanpa masa depan. Namun setelah 30 tahun, perlahan-lahan mereka bisa mengumpulkan uang dan membangun bisnis yang berskala medium. Anak satu-satunya pun bisa dikirim ke Australia, untuk belajar di Universitas bergengsi di kota Melbourne.
Sayangnya setelah sang anak lulus, ternyata tidak kerasan bekerja di perusahaan keluarga ini. “Masak lulusan luar negeri, bekerja di bisnis jadul begini,” mungkin itu yang dipikirkan sang anak. Lebih baik kerja di bank. Walau jadi orang gajian, tetapi berkantor di jalan Sudirman Thamrin (daerah bisnis terkemuka di Jakarta). Punya kartu nama dan bekerja di ruangan ber AC. Lebih keren tentunya. Kalau gaji kurang, khan tiap Sabtu bisa minta dari ortu. Tinggal transfer, langsung beres masalah keuangan .
Masalahnya adalah dia adalah anak satu-satunya. Kalau sang anak tidak tertarik jadi penerus, lalu siapa yang akan melanjutkan Family Business ini. Si ayah mulai sakit-sakitan, si ibu tangannya sudah gemetar, lalu apakah bisnis yang beromzet milyaran ini harus ditutup saja?
Dua kejadian diatas adalah kejadian sebenarnya (yang telah disamarkan). Diyakini sebenarnya banyak lagi kejadian seperti ini di Family Business. Setelah berjuang bertahun tahun membangun bisnis, tiba tiba sang pendiri berada di persimpangan jalan. Siapa yang akan melanjutkan bisnisnya. Apa yang harus dilakukan?
Sebenarnya masalah ini dapat diatasi dengan: mengubah cara berpikir. Diperlukan paradigma pemikiran baru. Intinya adalah: berubah atau kehilangan bisnis. Bagaimana caranya:
Pertama, berpikirlah ala Kaisar. Artinya tugas Kaisar memang harus mendobrak kebuntuan. Sang kaisar memang harus bekerja keras (work hard) di awal. Kalau bukan sang Kaisar, siapa lagi? Masalahnya, setelah puluhan tahun, sang Kaisar masih tetap work hard, lupa bahwa kondisi fisik mulai menurun. Sialnya lagi, karena terlalu sayang pada bisnis yang dibangun dari kecil, banyak Kaisar (baca: founding father) yang lupa menyenangkan dan menikmati hidup.
Mereka lupa bahwa hidup cuma sekali. Jadi dia-nya kerja keras, anak-anaknya yang menikmati. Dan berdasarkan pengalaman kami menangani klien – jika pendekatannya tidak tepat – anak-anak yang terlalu dimanja ini kelak akan mudah putus asa dan tidak sanggup memikul beban “nama besar’ sang founding father.
Disinilah perlu dibentuk pemikiran visioner sang kaisar. Jadi sang kaisar sudah mulai harus menggeser konsep work hard ke work smart, dimana fungsinya sebagai thinker dan strategic visioner, bukan lagi di level operasional.
Karenanya, sang Kaisar seharusnya mengumpulkan para keluarga besar (para direktur jangan diajak dulu), dan menjabarkan visinya dalam bentuk Road Map yang berisikan: mau dibawa kemana organisasi ini. Sang kaisar boleh tetap aktif, namun lebih kearah strategic. Biarkanlah sang jenderal yang bergerak, tentunya dengan pendampingan.
Kedua, lakukan Succesion Plan. Dalam arti sang kaisar sudah harus mempersiapkan sang jenderal. Orangnya bisa dari anggota keluarga inti, bisa juga dari family jauh. Atau juga professional yang dipercaya oleh keluarga.
Keluarga inti boleh saja ditunjuk menjadi jenderal – dengan catatan – seharusnya pernah bekerja dulu di perusahaan besar min 2 tahun. Jangan masuk perusahaan kecil, karena tujuannya adalah untuk mempelajari system perusahaan besar yang umumnya sudah bagus. Ia-nya juga memang termotivasi untuk melanjutkan bisnis keluarga, bertanggung jawab dan diberi kekuasaan secara bertahap. Jadi hindari hal berikut ini: begitu lulus, langsung anggota keluarga inti masuk bekerja ke dalam perusahaan. Apalagi jika langsung dapat posisi tinggi. Dampaknya dikawatirkan akan merugikan pengambilan keputusan di perusahaan, karena sang anak tidak berpengalaman dan hanya mengandalkan ilmu-ilmu teoritis dari universitas yang berasal dari barat dan belum tentu cocok dengan kondisi Indonesia.
Beberapa perusahaan keluarga lebih memilih family jauh. Alasannya: sang anak memang tidak tertarik melanjutkan usaha, atau sang anak dinilai terlalu lembek dan manja. Justru jika sang anak dipilih, perusahaan bisa bangkrut karena uang perusahaan digunakan tidak sebagai mana mestinya. Family jauh boleh dipilih asalkan memiliki 4 unsur ini yakni KASH, singkatan dari Knowledge (punya pengetahuan dan pengalaman), Attitude (berperilaku jujur dan bertanggung jawab), Skills (punya ketrampilan yang terbukti di perusahaan sebelumnya dan mampu membuat keputusan sulit) serta Habits (perilaku proaktif dan mempunyai prioritas kerja)
Apakah perlu memanggil professional?
Penulis :
Daniel Saputro, MM., MBA.
Senior Corporate Advisor
Daniel Saputro dan tim BusinessBuddy Int memiliki pengalaman 21 tahun dalam perbaikan kinerja perusahaan. Kami aktif memberikan pembekalan maupun konsultasi terutama di bidang transformasi dan manajemen perubahan di 4 area yakni: Business Model (termasuk Balanced Scorecard dan Strategy Map) – People Development – Process – Culture Internalization, yang mengarah ke Auto Pilot System.
Nuqul Group (Yordania) dan Banpu (Thailand) adalah contoh perusahaan internasional yang telah menggunakan jasa konsultasinya. Di dalam negeri, Daniel menjadi konsultan bagi banyak perusahaan maupun institusi pemerintah. Di antaranya Jamsostek, Bea Cukai, Sekretariat DPR, Jasa Sarana BUMD Jabara, BioFarma Bandung, Kementerian Keuangan PUSINTEK, Pertamina, LPP BUMN di Jogja dan BTN.
Perusahaan swasta nasional sering menunjuk Daniel sebagai konsultan. Sebut saja Indocement, Triputra, Bosowa (Makasar), Tunas Ridean Group, MusimMas (Medan), Capella (Medan), CPSSoft, ILP, Darya Varia, KPUC (Samarinda), Medifarma, Prafa. Indospring (Surabaya) dan Acer (Jakarta) , Infomedia dan Sentul City. Beliau juga aktif memberikan pelatihan di Chevron, Astra, Commonwealth Bank, TOTAL EP, Holcim dan banyak lainnya
Di sisi lain, Daniel Saputro juga memiliki minat yang besar terhadap dunia pendidikan. Karena itu, kini, dia aktif menjadi fasilitator MiniMBA serta pengajar mata kuliah bisnis dan pemasaran di program S2. Daniel juga menggunakan tulisan sebagai sarana untuk membagikan ilmunya. Ia menjadi kontributor untuk Tabloid KONTAN, Swa, dan Jakarta Post.
Untuk Family Business, kami membantu suksesi dan transformasi menuju perusahaan yang lebih professional. Dengan cara membentuk Leadership yang profesional dan menggunakan KPI berbasis balanced Scorecard.