Dalam 2 tahun terakhir ini penulis sering mendengarkan curhat dari para direktur dan business owner mengenai tingginya turnover pegawai. Dalam beberapa industri, angkanya bahkan mencapai 17%!. “Sudah susah-susah dibina dan dikirim training ke luar negeri, toh akhirnya resign juga,” demikian kira-kira keluhan mereka. Karenanya ada perusahaan di industri per-bank-an yang bahkan sampai takut mengirimkan pengawainya untuk ikut training. Mengapa? Karena begitu selesai training dan diorbitkan, langsung pegawai tersebut dibajak atau main mata dengan kompetitor. Apa hal yang sama terjadi di perusahaan anda?
Dalam 2 tahun terakhir ini penulis sering mendengarkan curhat dari para direktur dan business owner mengenai tingginya turnover pegawai. Dalam beberapa industri, angkanya bahkan mencapai 17%!. “Sudah susah-susah dibina dan dikirim training ke luar negeri, toh akhirnya resign juga,” demikian kira-kira keluhan mereka. Karenanya ada perusahaan di industri per-bank-an yang bahkan sampai takut mengirimkan pengawainya untuk ikut training. Mengapa? Karena begitu selesai training dan diorbitkan, langsung pegawai tersebut dibajak atau main mata dengan kompetitor. Apa hal yang sama terjadi di perusahaan anda?
Sejatinya turnover pegawai dapat dipandang sebagai suatu yang alami dalam kehidupan berorganisasi. Bagai dua sisi mata uang, turnover bisa berdampak positif, namun juga bisa negatif.
Dampak positifnya yakni terjadi regenerasi alami. Yang dibawah bisa naik keatas. Jikalau pimpinan diatas tidak “bergerak” dari posisinya, kapan yang dibawah bisa dapat kesempatan untuk naik ? Selain itu, kita harus juga harus mewaspadai jikalau turnover pegawai sangat rendah. Jangan-jangan pegawai sudah dalam comfort zone dan kehilangan semangat berkompetisi.
Disisi
lain, muncul dampak negatif turnover yakni: terjadinya biaya tambahan
seperti biaya proses rekrut pegawai
baru dan biaya pelatihan. Juga harus dihitung produktifitas yang
hilang dan mesin produksi yang berkurang utilisasinya. Lagipula tidak ada
jaminan bahwa pegawai baru langsung bisa menggantikan pegawai lama. Pasti butuh
waktu untuk penyesuaian lagi.
Jangan lupa kemungkinan kehilangan
klien dan relasi yang telah dibina oleh pegawai tersebut. Yang paling bahaya adalah keluarnya rahasia perusahaan yang bisa saja dibocorkan
oleh pegawai .
Bagaiamana kita bisa tahu pegawai akan keluar? Ada tanda-tandanya, umumnya akan menunjukkan perilaku tertentu. Misalnya: mulai malas bekerja, sibuk membuka website jobsdb.com atau sejenisnya. Lalu mulai menebarkan gosip-gosip negatif, sering bolos, melanggar tata tertib kerja secara sengaja, menentang atasan. Terakhir tidak serius bekerja, membuat banyak kesalahan, dan sering membanding-bandingkan perusahaan dengan perusahaan yang lain.
Mengapa turnover tinggi terjadi? Berdasarkan observasi, setidaknya ada 6
hal dasar yang menyebabkan turnover tinggi, yakni:
Pertama, Chief (si atasan). Dalam banyak kasus, ketidakcocokan dengan atasan langsung menjadi pemicu sesorang untuk pindah kerja. Ada yang pindah karena si atasan –menurutnya – terlalu keras dan tidak fleksibel. Menuntut macam-macam namun tidak ada kompensasi tambahan. Ada juga yang tidak kerasan karena si atasan malah terlalu lembek dan tidak bisa buat keputusan. Beberapa pegawai menganggap bosnya terlalu galak dan sombong: “Kamu bisa kerja atau tidak? Saya bisa mencari puluhan orang seperti kamu, tahu…….“.
Hal ini juga didukung oleh survey dari Galup (dituangkan dalam First Break All the Rules), yang menunjukkan bahwa : People leave managers, not companies. Artinya apapun yang perusahaan lakukan untuk menyenangkan pegawai, namun jika hubungan pegawai dengan atasannya tidak harmonis, maka kepergian pegawai tersebut tinggal menghitung hari … Apa perilaku bos yang paling tidak disukai pegawai? Ada 2 yakni: tidak adanya pujian tulus dan penghinaan di depan pegawai lainnya.
Kedua, Climate (suasana kerja dan rekan yang saling mendukung). Tempat kerja adalah rumah ke dua bagi pegawai. Jikalau suasana dan rekan kerja menyenangkan tentunya pegawai juga akan lebih kerasan. Masalahya jikalau diantar rekan kerja mulai saling sikut dan saling menyebarkan gosip. Mulai timbul silo-silo yang saling menjatuhkan. Kata Galup: “It is the employees’ immediate manager (not the pay, benefits, perks, or charismatic corporate leader) who plays the critical role in building a strong workplace”. Jadi suasana kerja sangat ditentukan oleh atasan langsung si pegawai.
Ketiga, Compensation (gaji dan bonus yang menarik). Walaupun banyak yang mengatakan faktor ini bukanlah alasan yang utama, namun faktor ini dipandang sangat kuat korelasinya dengan turnover pegawai. Saat perusahaan saingan menawarkan gaji yang lebih baik, pegawai biasanya mulai goyah dan tergiur pindah. Terutama bagi mereka yang berusia 35-45 tahun. Bahkan ada direktur ex-swasta yang awalnya menunjukkan suatu komitmen luarbiasa – tanpa melihat gaji (di suatu BUMN Telekomunikasi) – namun akhirnya keluar juga setelah mendapatkan pinangan dan tawaran kompensasi yang lebih baik dari swasta di industri pertambangan.
Keempat, Challenge (lingkungan kerja yang menantang, tidak membosankan dan ada masa depan). Ada tipe pegawai yang senang akan tantangan baru dan suasana yang kompetitif. Terutama tipe D (Dominant) dari perilaku DiSC. Karenanya, pegawai tipe ini tidak kerasan di lingkungan yang santai dan “tanpa tekanan”. Umumnya mereka sudah pernah langsung bicara dengan atasan serta mengusulkan ide-ide baru. Namun tak ditanggapi.
Mereka juga cepat bosan jikalalu ditempatkan di suatu posisi yang itu-itu saja. Jikalau tak dicermati, mereka akan cepat-cepat melirik perusahaan lain, termasuk kompetitor anda yang jeli menawarkan program pengembangan bakat.
Ada juga yang pindah karena sudah tidak melihat masa depan yang baik di perusahaan. Pegawai ini biasanya adalah orang-orang yang berkualitas diatas rata-rata. Mereka gemas karena tidak ada career path yang jelas. Apa boleh buat… mereka terpaksa pindah.
Kelima, Core values (nilai perusahaan sama dengan nilai pribadi). Ada teman penulis yang keluar dari suatu kementrian karena merasa gerah dengan praktek-praktek yang dianggap sudah umum berlaku. “Daripada melawan hati nurani, lebih baik saya pindah”, demikian ucapannya. Faktor ini juga penyebab pak Wahjudi Prakarsa mundur sebagai komisaris Independen di Megapolitan karena menilai pemilik perusahaan tidak transparan dalam melakukan Good Corporate Governance.
Keenam, Clout (punya pengaruh dan power terhadap keputusan, minimal didengarkan). Manusia adalah mahluk sosial yang mendengar dan juga ingin didengar. Dalam konteks ini, pegawai juga ingin suaranya didengar oleh atasannya. Jika tidak lagi diikutsertakan dalam pengambilan keputusan, mereka akan kehilangan ikatan emosional dengan perusahaan.
Terlihat bahwa kebutuhan pegawai tidak selalu terkait dengan uang, melainkan juga dengan bagaimana dia diperlakukan dan dihargai. Dengan mengetahui fakor penyebab pegawai keluar, tentunya lebih mudah untuk mencari solusi. Bagaimana pendapat anda?
Penulis :
Daniel Saputro, MM., MBA.
Senior Corporate Advisor
Daniel Saputro dan tim BusinessBuddy Int memiliki pengalaman 21 tahun dalam perbaikan kinerja perusahaan. Kami aktif memberikan pembekalan maupun konsultasi terutama di bidang transformasi dan manajemen perubahan di 4 area yakni: Business Model (termasuk Balanced Scorecard dan Strategy Map) – People Development – Process – Culture Internalization, yang mengarah ke Auto Pilot System.
Nuqul Group (Yordania) dan Banpu (Thailand) adalah contoh perusahaan internasional yang telah menggunakan jasa konsultasinya. Di dalam negeri, Daniel menjadi konsultan bagi banyak perusahaan maupun institusi pemerintah. Di antaranya Jamsostek, Bea Cukai, Sekretariat DPR, Jasa Sarana BUMD Jabara, BioFarma Bandung, Kementerian Keuangan PUSINTEK, Pertamina, LPP BUMN di Jogja dan BTN.
Perusahaan swasta nasional sering menunjuk Daniel sebagai konsultan. Sebut saja Indocement, Triputra, Bosowa (Makasar), Tunas Ridean Group, MusimMas (Medan), Capella (Medan), CPSSoft, ILP, Darya Varia, KPUC (Samarinda), Medifarma, Prafa. Indospring (Surabaya) dan Acer (Jakarta) , Infomedia dan Sentul City. Beliau juga aktif memberikan pelatihan di Chevron, Astra, Commonwealth Bank, TOTAL EP, Holcim dan banyak lainnya
Di sisi lain, Daniel Saputro juga memiliki minat yang besar terhadap dunia pendidikan. Karena itu, kini, dia aktif menjadi fasilitator MiniMBA serta pengajar mata kuliah bisnis dan pemasaran di program S2. Daniel juga menggunakan tulisan sebagai sarana untuk membagikan ilmunya. Ia menjadi kontributor untuk Tabloid KONTAN, Swa, dan Jakarta Post.
Untuk Family Business, kami membantu suksesi dan transformasi menuju perusahaan yang lebih professional. Dengan cara membentuk Leadership yang profesional dan menggunakan KPI berbasis balanced Scorecard.