Tiap negara punya bentuk pemerintahannya sendiri. Negara Paman Sam konon bisa makmur karena bentuk pemerintahannya yang serikat dan demokratis. Soviet dikabarkan jatuh, karena model pemerintahan komunis sudah rada ”ketinggalan jaman”. Cina bisa tetap berkibar, karena model pemerintah yang ”terserah kucing hitam atau putih, yang penting bisa nangkap tikus”. Yang jelas, bentuk pemerintahan yang tepat dapat membawa bangsa tersebut menuju impiannya.
Demikian juga dunia bisnis. Jikalau suatu perusahaan punya ”bentuk pemerintahan” yang tepat, maka visi perusahaan akan lebih mudah tercapai. ”Bentuk pemerintahan” ini kerennya disebut sebagai busines model. Dalam busines model akan terlihat sumber pemasukan perusahaan (revenue) dan sumber pengeluaran perusahaan (costs). Jikalau anda ingin memulai suatu bisnis, maka para investor pasti akan bertanya: ”bagaimana busines model nya? ”. Maksudnya jelas yakni dari mana bisnis ini akan mendapatkan uangnya? Biayanya apa saja? Tujuannya, agar mereka bisa mengkalkulasikan keuntungan (profit atau ROI). Secara umum, para investor bisa tersenyum lega kalau ROI nya diatas 20%. Kalau dibawah itu, ya siap-siap proposalnya ditolak dan pulang gigit jari!
Mari kita bandingkan 2 busines model dari 2 perusahaan Operating System yang sama-sama terkenal, yakni: Microsoft vs Linux-Red Hat.
Microsoft menggaji orang orang terbaik dan merahasiakan source code program. Lalu menjualnya ke pembuat dan pengguna PC dengan harga yang lumayan mahal bagi orang Indonesia. Microsoft menjual propriety code, namun service-nya gratis. Business model ini terbukti mampu membuat pemiliknya jadi salah satu orang terkaya di dunia.
Hal yang hampir sama juga dilakukan oleh Apple pada iPhone dan iPad andalannya. Semua program-program yang jalan di gadget tersebut, hanya dijual via Apple App Store dan dikontrol ketat oleh Apple. Tak heran Apple – yang sempat hampir terpuruk – kini menjadi perusahaan dengan julukan The Most Valuable Company ($337.2 billion) , mengalahkan Exxon si raja minyak ($330.8 billion)!
Sebaliknya Red Hat tidak menggaji, namun berkolaborasi dengan programmer di seluruh dunia. Untuk menyempurnakan produknya, Red Hat membuka code nya. Red Hat memang menggratiskan source code nya tetapi menjual service, melalui biaya langganan dan dukungan teknis. Hasilnya? CEO Red Hat di 2011 – Jim Whitehurst – mengumumkan pendapatan tahunan $1 billion USD. Ciamik bukan…….
Cara ini juga digunakan oleh Android yang open source. Karenanya tiap smartphone bisa saja punya ”penampilan” yang berbeda walau berada pada versi yang sama. Yang jelas, business model ini sudah menelan Symbian dan diprediksi akan menyapu Blackberry dalam waktu dekat.
Terlihat bahwasanya walau Business model Microsoft dan Red Hat berbeda, namun sama-sama menghasilkan…
Business model Google patut dipelototin. Sebagai mencari pencari online, business process Google sebenarnya sederhana. Cuma mencari, merekam dan membagi info yang sebenarnya sudah ada di Internet. Source of revenue nya datang dari iklan online. Bandingkan dengan eBay.com, bookoopedia.com, kampusbook.comyang mengandalkan revenue dari transaksi online.
Apakah boleh membuat 2 business model untuk merk yang sama. Jawabnya: bisa saja. Lihat Pizza Hut Resto dan PHD (Pizza Hut Delivery). Kedua resto ini punya business model yang berbeda karena tujuannya juga beda. Pelanggan Pizza Hut tidak mementingkan kecepatan, namun butuh layanan yang menyenangkan. Pelanggan datang dan duduk untuk ngobrol, lalu dengan santai menikmati makanannya. Jadi unsure convenient sangat penting.
Sebaliknya PHD bertujuan melayani pembeli dalam posisi lapar dan kepepet! PHD juga harus mengisi daerah yang kosong dipasar karena belum ada resto-nya. Apalagi Domino Pizza sudah mulai bertindak agresif. Daripada dimakan pesaing, lebih baik dimakan sendiri. “Ini khan pembagian kantong kiri dan kantong kanan”, tebakan penulis saat bertemu Frederick E Cadlon – komisarisnya Pizza Hut – saat penulis memberikan pembekalan kepada komisaris dan direktur di Financial Club.
Yang perlu diperhatikan – karena business model nya beda – sebaiknya sang jendral juga beda. Menu-nya juga harus lebih simpel karena pemesan PHD menuntut kecepatan.
Gara-gara kanker teknology (baca tulisan sebelumnya), business model juga bisa berubah. Dunia media cetak berbenah pindah bertahap ke digital. Lihat saja group Kompas Gramedia yang mempersiapkan secara serius penetrasinya ke media digital. Majalah SWA sejak awal tahun ini juga sudah berbenah dengan cara merubah logo dan mempercantik websitenya. Bagaimana dengan tabloid kesayangan kita ini? Terlihat adanya perubahan disain website kontan.co.id. Terlihat semakin informatif dan segar.
Program akunting juga mengalami perubahan business model. Sekarang pengguna porgram akunting tidak harus beli mahal, cukup hanya sewa saja Rp 750.000 selama setahun. Dimasa depan dengan adanya cloud computing, diprediksi kita malah bisa sewa harian!
Bagaimana dengan toko buku Gramedia? Apa perlu merubah business model nya? Bercermin dari kebangkrutan Borders di Feb 2011 (toko buku terbesar ke dua di US) dan trend yang ada di pasar, prediksi penulis dalam 4 tahun kedepan toko buku Gramedia akan memasuki masa sunset.
Untuk UKM, Business modelnya tidak perlu canggih-cangih. Lihat saja di Pasar Pagi – Kota (Jakarta), penulis menemukan business model ala pasar pagi. Pedagang disana membeli dari supplier tanpa bon (karena percaya), dan tidak perlu bayar tunai (karena sudah kenal dari kakek-nenek). Lalu dengan cepat di-oper ke pembeli. Jadi source of revenue– nya sebagai intermediary. Uangnya langsung dimasukkan ke bank. Hebatnya laporan buku bank menjadi laporan akuntansi mereka. Tidak perlu lagi gaji orang tambahan. Jadi source of costs nya dapat diminimalkan…Lessons learned. Business model yang tepat akan menghantar perusahaan anda menuju impian. Jikalalu diperlukan, ubahlah business model anda. Detik.com dan kaskus sudah memulainya dengan detikshop dan KJB. Bagaimana dengan business model anda? Perlu diubah atau tetap bertahan di model lama?
Penulis :
Daniel Saputro, MM., MBA.
Senior Corporate Advisor
Daniel Saputro dan tim BusinessBuddy Int memiliki pengalaman 21 tahun dalam perbaikan kinerja perusahaan. Kami aktif memberikan pembekalan maupun konsultasi terutama di bidang transformasi dan manajemen perubahan di 4 area yakni: Business Model (termasuk Balanced Scorecard dan Strategy Map) – People Development – Process – Culture Internalization, yang mengarah ke Auto Pilot System.
Nuqul Group (Yordania) dan Banpu (Thailand) adalah contoh perusahaan internasional yang telah menggunakan jasa konsultasinya. Di dalam negeri, Daniel menjadi konsultan bagi banyak perusahaan maupun institusi pemerintah. Di antaranya Jamsostek, Bea Cukai, Sekretariat DPR, Jasa Sarana BUMD Jabara, BioFarma Bandung, Kementerian Keuangan PUSINTEK, Pertamina, LPP BUMN di Jogja dan BTN.
Perusahaan swasta nasional sering menunjuk Daniel sebagai konsultan. Sebut saja Indocement, Triputra, Bosowa (Makasar), Tunas Ridean Group, MusimMas (Medan), Capella (Medan), CPSSoft, ILP, Darya Varia, KPUC (Samarinda), Medifarma, Prafa. Indospring (Surabaya) dan Acer (Jakarta) , Infomedia dan Sentul City. Beliau juga aktif memberikan pelatihan di Chevron, Astra, Commonwealth Bank, TOTAL EP, Holcim dan banyak lainnya
Di sisi lain, Daniel Saputro juga memiliki minat yang besar terhadap dunia pendidikan. Karena itu, kini, dia aktif menjadi fasilitator MiniMBA serta pengajar mata kuliah bisnis dan pemasaran di program S2. Daniel juga menggunakan tulisan sebagai sarana untuk membagikan ilmunya. Ia menjadi kontributor untuk Tabloid KONTAN, Swa, dan Jakarta Post.Untuk Family Business, kami membantu suksesi dan transformasi menuju perusahaan yang lebih professional. Dengan cara membentuk Leadership yang profesional dan menggunakan KPI berbasis balanced Scorecard.