Di Family Business – dalam banyak kasus – sering terjadi miskomunikasi antara sang founder dengan generasi penerusnya. Sang founding father sudah berada dalam zona nyaman, sedangkan sang anak sedang mencari jati diri. Akibatnya sering terjadi cekcok sehingga banyak anak yang ogah melanjutkan usaha orangtuanya. Dalam 2 tahun ini – gejala gap komunikasi – semakin sering terjadi. Apalagi jika sang anak disekolahkan ke luar negeri. Mengapa miskomunikasi ini terjadi?
Untuk menjelaskan hal diatas, mari kita gunakan pendekatan SOOSIE (yang diperkenalkan oleh Rober Katz) untuk memahami persoalan dan menemukan nilai-nilai yang dianut oleh founder dan sang anak.
Huruf pertama dari SOOSIE adalah S, yang berarti Self concept, yakni cara memandang diri sendiri. Tentang orang macam apa yang diyakini tentang diri sendiri. Seringkali bagian ini juga disebut “inner mirror” / cermin diri. Seluruh perilaku yang dilakukan selalu konsisten dengan gambaran yang terdapat didalam diri kita.
Misalnya jika kita memandang diri sendiri sebagai orang yang selalu gagal maka nilai yang kita tampilkan adalah minder dan tidak percaya diri. Karenanya saat dianjurkan orang lain untuk mencoba terobosan baru, maka kita merasa tak ada gunanya. Ntar juga gagal lagi. Hidup ini harus “nrimo dan jangan mikir yang aneh-aneh. Serahkan saja hidup ini pada kehendak yang “diatas”. Toh kalau sering gagal, berarti yang diatas memang menghendaki begitu. Begitu jalan pikirannnya.
Kalau Self Concept kita adalah orang yang berkelas tinggi, maka kita akan tampil selayaknya orang berkelas tinggi. Dagu perlu diangkat sedikit dan tertawa juga tidak boleh ngakak.
Nah Self Concept sang founder adalah mereka sudah sukses, jadi buat apa repot-repot lagi mengejar kesuksesan. Begini saja sudah cukup koq. Uang tidak bisa dibawa mati, jadi buat apa lagi berbuat terobosan baru yang aneh-aneh. Bisa-bisa malam nggak bisa tidur karena potensial menimbulkan masalah baru.
Bagi sang anak, ia memandang dirinya sebagai orang yang masih dianggap “anak kecil” oleh orangtuanya sendiri. Apa-apa tidak boleh dan harus minta ijin terlebih dahulu. “Kapan bisa berdiri di kaki sendiri? “begitu pemikiran sang anak – kesal dan galau.
Huruf kedua dari SOOSIE adalah O yang berarti Objective, yakni apa yang anda coba capai / tujuan . Kita akan mewaspadai dan lebih menaruh perhatian terhadap hasil dari suatu keadaan yang menawarkan peluang untuk mempermudah pencapaian sesuatu yang sedang kita tuju.
Bagi sang ayah, tujuan hidupnya adalah mempertahankan level kehidupan yang menurutnya sudah sukses, karena dulunya ia tidak begitu. Masih melarat dan luntang-lantung. Sehingga adanya ide baru dianggapnya adalah resiko besar yang harus dihindari. Sukur kalau sukses, kalau tidak bagaimana? Siapa yang bisa menggaransi bahwa terobosan sang anak akan berbuah sukses?
Bagi sang anak, tujuan hidupnya adalah menerapkan ilmu-ilmu yang sudah dipelajarinya di universitas. Mosok capek-capek belajar bertahun-tahun hanya disimpan di otak saja, namun tidak dipergunakan. Nah, ‘laboratorium’ pertamanya adalah perusahaan ayahnya sendiri. Toh, jika tak berhasil maka sang ayah yang menanggung bebannya. Persis seperti saat sang anak kecil dulu – kalau berbuat salah- pasti sang ayah yang bertanggung jawab. Jadi tidak perlu banyak pertimbangan.
Huruf ketiga dari SOOSIE adalah O lagi yang berarti Obligations, yakni apa yang anda pikir orang lain harapkan terhadap Anda.
Bagi sang ayah, sebagai pemimpin perusahaan, maka adalah tanggung jawabnya memberikan kepastian masa depan kepada seluruh karyawannya. Ia juga melihat bahwa dirinya adalah tulang punggung bisnis ini. Jika terjadi sesuatu padanya, maka bisnisnya akan ambruk. Ini yang menyebabkan setiap langkah harus dipikirkan hati-hati. Apalagi jikalau ada pengeluaran uang yang besar.
Bagi sang anak, tanggungjawabnya sebagai pemuda yang lulus Uni adalah melipatgandakan dengan cepat bisnis keluarga. Karenanya harus dilakukan dengan agresif dan zigzag. Juga diperlukan investasi yang besar jika ingin maju. “Mau nangkap ikan besar ya perlu kail besar” demikian pemikirannya.
Huruf keempat dari SOOSIE adalah S lagi yang berarti Sentiments, yakni pilihan , perasaan , emosi , loyalitas , prasangka , rasa suka dan tidak suka Anda terhadap individu atau kelompok tertentu, yang terbentuk dalam diri Anda . Sekadar menyebut kebangsaan, profesi atau lingkaran persahabatan seseorang saja telah cukup untuk memicu pandangan positif atau negatif tentang orang tersebut
Bagi sang ayah, sebesar apapun sang anak sekarang, tetaplah dianggap anak kecil yang ceroboh dan kurang bertanggung jawab. Bagi sang anak, si ayah adalah figur yang lambat dengan pemikiran yang susah dimengerti.
Huruf kelima dari SOOSIE adalah I yang berarti Ideals, yakni cara anda berpikir bagaimana seharusnya orang-orang bersikap dan bagaimana seharusnya sesuatu terjadi. Seperti kita memiliki model yang kita gunakan untuk membentuk diri sendiri, banyak di antara kita juga memiliki model yang kita harapkan digunakan oleh orang lain sebagai dasar pemikiran dan pola perilaku mereka.
Bagi sang ayah, idealnya sang ayah harus melindungi sang anak. Karenya setiap langkah sang anak harus dituntun dengan cermat. Sayangnya sang anak tidak berpikir demikian positif. Justru bimbingan dari sang ayah dianggap sebagai ketidakpercayaan.
Huruf keenam dari SOOSIE adalah E yang berarti Experiences, yakni ekspektasi anda tentang bagaimana individu atau kelompok benar2 bersikap dalam keadaan tertentu.
Dengan bertambahnya usia dan kian beragamnya pengalaman hidup, sang ayah mendapat lebih banyak kesempatan untuk menguji referensi yang telah dibentuk tentang bagaimana seharusnya sesuatu terjadi. Karena sering ‘ditipu’ teman bisnis yang dulunya dipercaya, maka sikap kehati-hatian selalu mencuat. Sedangkan sang anak – dengan pengalaman terbatasi – justru lebih berani bereksperimen.
Terlihat adanya value yang berbeda antar ayah dan anak. Karenanya perlu diintensifkan komunikasi antar anggota keluarga agar hubungan terbentuk lebih harmonis. Jika diperlukan, pihak ke 3 sebaiknya diundang sebagai penengah.
Penulis :
Daniel Saputro, MM., MBA.
Senior Corporate Advisor
Daniel Saputro dan tim BusinessBuddy Int memiliki pengalaman 21 tahun dalam perbaikan kinerja perusahaan. Kami aktif memberikan pembekalan maupun konsultasi terutama di bidang transformasi dan manajemen perubahan di 4 area yakni: Business Model (termasuk Balanced Scorecard dan Strategy Map) – People Development – Process – Culture Internalization, yang mengarah ke Auto Pilot System.
Nuqul Group (Yordania) dan Banpu (Thailand) adalah contoh perusahaan internasional yang telah menggunakan jasa konsultasinya. Di dalam negeri, Daniel menjadi konsultan bagi banyak perusahaan maupun institusi pemerintah. Di antaranya Jamsostek, Bea Cukai, Sekretariat DPR, Jasa Sarana BUMD Jabara, BioFarma Bandung, Kementerian Keuangan PUSINTEK, Pertamina, LPP BUMN di Jogja dan BTN.
Perusahaan swasta nasional sering menunjuk Daniel sebagai konsultan. Sebut saja Indocement, Triputra, Bosowa (Makasar), Tunas Ridean Group, MusimMas (Medan), Capella (Medan), CPSSoft, ILP, Darya Varia, KPUC (Samarinda), Medifarma, Prafa. Indospring (Surabaya) dan Acer (Jakarta) , Infomedia dan Sentul City. Beliau juga aktif memberikan pelatihan di Chevron, Astra, Commonwealth Bank, TOTAL EP, Holcim dan banyak lainnya
Di sisi lain, Daniel Saputro juga memiliki minat yang besar terhadap dunia pendidikan. Karena itu, kini, dia aktif menjadi fasilitator MiniMBA serta pengajar mata kuliah bisnis dan pemasaran di program S2. Daniel juga menggunakan tulisan sebagai sarana untuk membagikan ilmunya. Ia menjadi kontributor untuk Tabloid KONTAN, Swa, dan Jakarta Post.
Untuk Family Business, kami membantu suksesi dan transformasi menuju perusahaan yang lebih professional. Dengan cara membentuk Leadership yang profesional dan menggunakan KPI berbasis balanced Scorecard.