Menarik melirik strategi Rexona menerobos pasar. Awalnya berhasil menaklukan pesaing di pasar Red Ocean yang berdarah-darah dengan persepsi bahwasanya wanita karir lebih mudah berkeringat. Lalu Rexona menambah jurus memasuki pasar baru yakni menembak pasar lebih muda, yakni remaja yang diklaim juga mudah berkeringat (masih ingat Shandy Aulia dengan burket-nya?). Terakhir Rexona mengklaim bahwa pria juga mudah berkeringat dan keringat pria dua kali lebih banyak dibandingkan dengan wanita. Dengan strategi yang pas membuat pasarnya bertambah besar, walaupun core produknya sebenarnya tetap sama. Saat ini Rexona merupakan merek deodoran terbesar dan paling pesat pertumbuhannya di Indonesia.
Apa yang Rexona lakukan disebut juga strategi Market Development yang bertujuan : memperkenalkan produk yang ada kepada pasar pengguna yang baru. Strategi ini cocok digunakan bilamana: produsen memiliki kelebihan kapasitas, jaringan distribusi tidak mahal dan adanya prospek menarik di pasar yang baru. Karena strategi ini menyerang “daerah lain” yang mungkin saja sudah biasa menggunakan produk lain maka core competencies –nya haruslah kuat agar dapat menaklukkan hati calon pembeli. Itulah sebabnya strategi ini disebut penulis sebagai strategi Yellow Ocean, yang berarti bisa sukses karena pesaing tradisional sudah berkurang. Namun juga bisa gagal karena di pasar tersebut sudah ada pemain yang bercokol lama.
Strategy Yellow Ocean ini juga bisa digunakan jikalau produsen atau calon konsumen menemukan penggunaan lain dari produk yang sudah ada (new usage). Lihat saja Aspirin dari Bayer yang awalnya untuk pengobatan sakit kepala dan nyeri. Ternyata ditemukan juga bahwa Aspirin – yang popular sejak 1918 – baik untuk jantung. Jika digunakan dalam dosis rendah dalam tempo lama, efek antikoagulan Aspirin dapat mencegah serangan jantung. Temuan terakhir para peneliti dari University of California, San Diego, ternyata aspirin kunyah diserap lebih cepat dan lebih efektif dibandingkan dengan aspirin biasa yang langsung ditelan. Aspirin dapat bekerja dalam waktu 15 menit untuk mencegah formasi pengentalan darah pada orang-orang yang mengalami penyakit arteri koroner. Jadi terlihat bahwasanya dengan produk yang sama (Aspirin), Bayer bisa memperluas pasar, masuk ke pasar yang baru (pencegah serangan jantung).
Demikian juga dengan ritsleting yang menemukan penggunaan baru. Awalnya di 1890-an, Whitcomb Judson menggunakannya pada sepatu dan bots. Saat itu, sepatu masih menggunakan kancing, sehingga perlu waktu 15 menit untuk membukanya. Di 1896 mulai dipakai pada tas namun sering macet. Lalu 1920 ritsleting dipakai pada pakaiah oleh perancang busana Elsa Schiaparelli pada pameran koleksi musim seminya.
Hal yang sama juga terjadi pada iPad yang sukses menyasar pasar yang lebih muda (new user). Awalnya memang ditujukan bagi para penggemar komputer. Berdasarkan analisis Ashley Cheng dari Yahoo Insight di pertengahan 2010, umumnya pengguna adalah pria kaya raya. Dalam kelompok usia 35-44 tahun, rasio penguna pria terhadap wanita adalah dua banding satu. Namun di akhir 2010, ternyata anak-anak berusia 6-12 tahun yang paling banyak mengincar iPad sebagai hadiah Natal untuk bermain game. Tentunya pemain lama yang juga mengincar pasar anak-anak menjadi gegalapan. Microsoft Xbox, Nintendo atau Sony PlayStation jelas merasakan pasarnya digerogoti oleh pesaing dari industri yang berbeda.
Netbook juga sukses memasuki pasar yang lebih tinggi. Bermula hanya ditujukan ke pelajar dan mahasiswa yang kantongnya pas-pasan dan sekedar buat mengetik bahan pelajaran. Namun karena sifatnya yang sangat portable (10-12 inchi), ringan (dibawah 1,2 kg) dan ditunjang dengan harga yang relatif lebih murah dari notebook, maka produk ini sukses juga dipakai oleh para pebisnis yang butuh mobilitas tinggi. Bahkan sekarang sudah ada netbook yang tahan baterenya 12 jam. Jadi bisa kerja seharian tanpa harus mengisi ulang. Artikel inipun ditulis dengan mennggunakan netbook. Walaupun banyak yang bilang ukuran layar netbook yang rata-rata 10 inchi itu kecil, namun karena sudah biasa ya akhirnya tetap dipakai terus. Salah satu teman penulis, seorang dekan universitas juga telah mengganti notebook 14 inchi-nya dengan netbook 10 inchi. Mengapa? Gampang dibawa-bawa katanya dan tidak memberatkan bahu. Yang jelas pemain seperti Asus yang semula anak bawang, sekarang menjadi pemain yang harus diperhitungkan lewat netbook EEE-PC. Bahkan pasar Toshiba notebook pun digerogotinya.
Cara lainnya adalah dengan masuk ke daerah baru / negara baru (new geography ). Kuku Bima yang diproduksi Sidomuncul sukses masuk ke Timur Tengah. Walau penduduk disana mungkin tidak tahu akan tokoh Bima, namun yang jelas mereka tahu fungsinya. Saat penulis ke Jordan, produk ini terlihat selalu ada hampir di semua convenience store.
Es teler 77 – produk besutan lokal yang lahir di 1981 – juga menerapkan strategi ini dengan cara penetrasi ke Singapura, Malaysia dan Melbourne. Demikian juga JCo yang masuk ke Malaysia, Singapura, dan China.
Adakah perusahaan yang gagal menerapkan strategy Yellow Ocean ini? Ada banyak, terutama perusahaan yang tidak mengerti apa yang dibutuhkan oleh konsumennya. Wal-Mart yang terkenal dengan harga murahnya – termasuk produknya yang bermutu pas-pasan – pernah merasakan sulitnya berjuang di pasar Jepang. Setelah berjuang 3 tahun lamanya di Jepang, Wal-Mart akhirnya kehilangan banyak uang. Ternyata penduduk Jepang tidak tertarik membeli produk yang bermutu rendah. Karenanya Wal-Mart terpaksa menambah produk –produk yang berkelas khusus untuk pasar Jepang.
e-Bay yyang sangat eksis di Amerika, juga gagal di Jepang. Mereka harus menutup websitenya karena ternyata orang Jepang tidak tertarik pada barang bekas. Mereka hanya mau barang-barang baru, tidak seperti orang Amerika yang tidak alergi terhadap barang bekas.
Di Indonesia, kita bisa bercermin dari kegagalan Krispy Kreme memasuki pasar wanita Jakarta yang menghindari rasa manis dan ukuran besar . Apa solusinya? Gampang, kenali selera konsumen anda! Selamat mencoba…
Penulis :
Daniel Saputro, MM., MBA.
Senior Corporate Advisor
Daniel Saputro dan tim BusinessBuddy Int memiliki pengalaman 21 tahun dalam perbaikan kinerja perusahaan. Kami aktif memberikan pembekalan maupun konsultasi terutama di bidang transformasi dan manajemen perubahan di 4 area yakni: Business Model (termasuk Balanced Scorecard dan Strategy Map) – People Development – Process – Culture Internalization, yang mengarah ke Auto Pilot System.
Nuqul Group (Yordania) dan Banpu (Thailand) adalah contoh perusahaan internasional yang telah menggunakan jasa konsultasinya. Di dalam negeri, Daniel menjadi konsultan bagi banyak perusahaan maupun institusi pemerintah. Di antaranya Jamsostek, Bea Cukai, Sekretariat DPR, Jasa Sarana BUMD Jabara, BioFarma Bandung, Kementerian Keuangan PUSINTEK, Pertamina, LPP BUMN di Jogja dan BTN.
Perusahaan swasta nasional sering menunjuk Daniel sebagai konsultan. Sebut saja Indocement, Triputra, Bosowa (Makasar), Tunas Ridean Group, MusimMas (Medan), Capella (Medan), CPSSoft, ILP, Darya Varia, KPUC (Samarinda), Medifarma, Prafa. Indospring (Surabaya) dan Acer (Jakarta) , Infomedia dan Sentul City. Beliau juga aktif memberikan pelatihan di Chevron, Astra, Commonwealth Bank, TOTAL EP, Holcim dan banyak lainnya
Di sisi lain, Daniel Saputro juga memiliki minat yang besar terhadap dunia pendidikan. Karena itu, kini, dia aktif menjadi fasilitator MiniMBA serta pengajar mata kuliah bisnis dan pemasaran di program S2. Daniel juga menggunakan tulisan sebagai sarana untuk membagikan ilmunya. Ia menjadi kontributor untuk Tabloid KONTAN, Swa, dan Jakarta Post.
Untuk Family Business, kami membantu suksesi dan transformasi menuju perusahaan yang lebih professional. Dengan cara membentuk Leadership yang profesional dan menggunakan KPI berbasis balanced Scorecard.